Sabtu, 18 Mei 2013

Jamur Metarhizium anisopliae


Metarhizium anisopliae
Klasifikasi Metarhizium anisopliae
Taksonomi dan morfologi
Kingdom          : Fungi
Divisi                : Eumycota
Kelas               : Deuteromycetes
Ordo                : Moniliales
Famili               : Moniliaceae
Genus               : Metarhizium
Spesies            : Metarhizium anisopliae (Ainsworth, 1973)
Gambar 1. Morfologi konidia Metarhizium
Morfologi dari Metarhizium yang telah banyak diketahui yaitu konidiofor tumbuh tegak, spora berbentuk silinder atau lonjong dengan panjang 6-16 mm, warna hialin, bersel satu, massa spora berwarna hijau zaitun.  Metarhizium sp. tumbuh pada pH 3,3-8,5 dan memerlukan kelembaban tinggi.  Radiasi sinar matahari dapat menyebabkan kerusakan pada spora.  Suhu optimum bagi  pertumbuhan dan perkembangan spora berkisar pada 25-30oC.  Metarhiziummempunyai miselia yang bersepta, dengan konidia yang berbentuk lonjong. Metarhizium anisopliae bersifat saprofit pada media buatan, awal mula pertumbuahannya adalah tumbuhnya konidium yang membengkak dan mengeluarkan tabung-tabung kecambah (Anonymous,1999).
Gambar 2. Koloni  Metarhizium anisopliae
Tabung kecambah tersebut memanjang dan memanjang selama 30 jam.  Beberapa cabang tersebut membesar kearah atas membentuk konidiofor yang pendek, bercabang, berdekatan dan saling melilit.  Konidia terbentuk setelah satu minggu pertumbuhan, mula-mula berwarna putih kemudian berangsur menjadi hijau apabila telah masak.  Pembentukan konidia terdiri dari kuncup dan tunas yang memanjang pada kedua sisi konidiofor tersebut.  Umumnya sebuah rantai konidia bersatu membentuk sebuah kerak dalam media (Gabriel dan Riyatno, 1989).
Gambar 3. Konidia Metarhizium anisopliae
Spesias pertama genus Metarhizium (Subdivision Deteromycotina; Class Hyphomycetes; Order Moniliales). Metarhizium anisopliae, diisolasi dari serangga Coleoptera spesies Anisopliae austriacaI oleh Metchnikoff pada tahun 1878. Metarhizium spp. biasanya ada dimana-mana di seluruh dunia dalam fase yang berbeda-beda, yaitu diantara fase saprofit tanah dan fase patogen pada serangga. Metarhizium spp. (termasuk M. anisopliaeM. flavovirideM. albumdan M. brunneum) secara umum mempunyai sasaran inang yang luas.
Dibawah kondisi alami, Metarhizium spp menghasilkan dua jenis spora. Aerial conidia yang dihasilkan pada phialid-phialid selama fase saprofitik atau pada inang yang telah mati, dan didefinisikan sebagai spora-spora aseksual yang dihasilkan pada sporogenous dan hifa khusus yang dikenal sebagai phialid.  Tipe spora yang kedua adalah spora yang dihasilkan di hemolymph serangga yang biasanya disebut “blastospora”(Taborsky,1992).
Mekanisme Kerja Metarhizium anisopliae
Ellyda (1982) memberikan contoh dengan menaburkan Metarhizium anisopliaesecara merata pada sarang O. rhinoceros dengan kedalaman 25-30 cm sebanyak 15-20 gr/m2 ternyata dapat mematikan larva O. rhinoceros sebanyak 52%.
Dalam hal ini kontak langsung antara konidia dengan tubuh memegang peranan dalam penularan, karena menghasilkan patogenisitas terbanyak adalah dengan kontak langsung (Zelazny, 1988). Bila larva memakan ransum yang dicampur dengan M. anisopliae maka tinja yang dikeluarkan akan mengandung konidia. Hal ini dapat membantu penyebaran M. anisopliae (Sungkowo, 1985),Metarhizium anisopliae terbukti cukup aman terhadap hewan yaitu, tikus sehingga aman utuk digunakan dalam pengendalian hama secara mikrobiologi (Gabriel dan Riyatno, 1989)
Gambar 4. Stadia awal dari ulat yang terinfeksi Metarhizium , dimana hifa membentuk apressorium, yang mempunyai enzim untuk menghancurkan kutikula.
Roberts (1981) menyatakan bahwa perkembangan penyakit akibat serangan M. anisopliae pada serangga dapat dibagi dalam sembilan tahap:
  1. Penempelan bagian infektif yaitu konidia pada kutikula serangga.
  2. Perkecambahan konidia pada kutikula.
  3. Penetrasi tabung kecambah atau apresorium ke dalam kutikula.
  4. Perbanyakan hifa pada haemocoel.
  5. Produksi toksin yang dapat merusak struktur membran sel.
  6. Kematian inang.
  7. Pertumbuhan dalam fase miselium dengan penyebaran miselium ke seluruh     organ tubuh serangga.
  8. Penetrasi hifa dari kutikula keluar tubuh serangga
  9. Produksi bagian infektif (konidia) di luar tubuh serangga.
Dinyatakan bahwa jamur Metarhizium anisopliae memiliki aktivitas larvisidal karena menghasilkan cyclopeptida, destruxin A, B, C, D, E dandesmethyldestruxin B.Destruxin telah dipertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi baru. Mittler (1994) dalam Widiyanti dan Muyadihardja menyatakan bahwa efek destruxin berpengaruh pada organella sel target (mitokondria, retikulum endoplasma dan membran nukleus), menyebabkan paralisa sel dan kelainan fungsi lambung tengah, tubulus malphigi, hemocyt dan jaringan.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dan Perkembangan
Suhu Dan Kelembaban
Pertumbuhan dan perkembangan Metarhizium anisopliae sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan antara lain suhu, sinar matahari, pH dan kelembaban (Soenardi, 1978).
Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi pertumbuhan jamur Metarhiziumterutama untuk pertumbuhan dan perkecambahan konidia serta patogenesitasnya.  Batasan suhu untuk pertumbuhan jamur antara 5-35oC, pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 23-25oC.  Konidia akan tumbuh dengan baik dan maksimum pada kelembaban 80-92 persen (Burges dan Hussey, 1971).
Sinar Matahari
Perkembangan konidia jamur M. anisopliae dapat terhambat apabila terkena sinar matahari secara langsung.  Konidia tidak akan mampu berkecambah apabila terkena sinar matahari langsung selama satu minggu, sedangkan konidia yang terlindung dari sinar matahari mempunyai viabilitas yang tinggi meskipun disimpan lebih dari tiga minggu (Storey dan Garner, 1988).  Pada suhu 8oC konidia yang disimpan pada kondisi gelap selama 3-5 hari masih mampu berkecambah 90%, sedangkan pada keadaan terang hanya 50% (Clerk dan Madelin dalam Wiryadiputra, 1985).
Gambar 3. Perkecambahan  Metarhizium anisopliae
Derajat Keasaman (pH)
Dalam beberapa penelitian pH media berpengaruh tehadap pertumbuhan jamurMetarhizium.  Tingkat pH yang sesuai berkisar antara 3,3-8,5, sedangkan pertumbuhan optimal terjadi pada pH 6,5  (Burges, 1981).
Kebutuhan Nutrisi Jamur Metarhizium anisopliae
Ferron (1981) berpendapat bahwa sumber nutrisi dapat berpengaruh pada pertumbuhan jamur entomopatogen. Inglod (1962) menyebutkan bahwa media jamur harus mengandung subtansi organik sebagai sumber C, sumber N, ion anorganik dalam jumlah yang cukup sebagai pemasok pertumbuhan dan sumber vitamin.  Metarhizium anisopliae juga memerlukan karbohidrat sebagai sumber karbon dalam pertumbuhannya.  Sejumlah penelitian menurut (Bilgrami dan Verma (1981) menunjukkan bahwa penggunaan karbohidrat tinggi mendorong pertumbuhan vegetatif jamur.
Pembentukan konidia jamur dipengaruhi oleh kandungan protein dalam media.  Protein diperlukan untuk pembentukan organel yang berperan dalam pembentukan apikal hifa dan sintesis enzim yang diperlukan selama proses tersebut dan enzim juga berperan dalam aktivitas perkecambahan dan protein yang diserap dalam bentuk asam amino (Garraway dan Evans, 1984).
Jamur entomopatogen membutuhkan oksigen, air dan sumber organik karbon dan energi.  Sumber nitrogen baik organik maupun anorganik dan bahan tambahan lain berupa mineral maupun pemacu tumbuh juga diperlukan.  Sumber karbon yang biasa digunakan sebagai media adalah dekstrose namun dapat diganti dengan  polisakarida seperti tajin atau lipid.  Nitrogen dapat disediakan dalam bentuk nitrat, amonia atau bahan organik seperti asam amino atau protein.  Makronutrisi penting yang lain adalah phospor (dalam bentuk phospat), potassium, magnesium dan sulfur ( yang disediakan dalam bentuk sulfat maupun dalam bentuk organik, cystein atau methionine).  Mikronutrisi penting yang dibutuhkan oleh kebanyakan jamur entomopatogen adalah kalsium, besi, tembaga, mangan, molybdenum, zinc dan vitamin B komplek, khususnya biothine dan thiamine.  Semua mikronutrisi ini biasanya terdapat dalam bahan mentah, akan tetapi dapat dipenuhi dalam bentuk protein hidrolisat atau ekstrak yeast (Taborsky, 1992).
Produksi Metarhizium Skala Kecil
Isolat Metarhiziun anisopliae harus diambil dari inang  kemudian ditanam pada media sabouraud cair.  Inkubasi media cair dilakukan sampai delapan hari, kepadatan spora dapat mencapai 3,19 x 1010.
Kondisi cahaya terang maupun gelap tidak berpengaruh pada produksi massal konidia dan temperatur  adalah faktor penting untuk menghasilkan konidia.  Setelah 6 hari temperatur yang baik untuk pertumbuhan Metarhizium adalah 24-25oC dan selanjutnya dapat diturunkan sampai pada temperatur 22-20oC (Taborsky, 1992).
Fase Pertumbuhan Jamur
Gandjar dan Sjamsuridzal (2006) menyatakan bahwa setiap organisme, termasuk jamur mempunyai kurva pertumbuhan, begitu pula fungi.  Kurva tersebut diperoleh dari menghitung massa sel dalam waktu tertentu.  Kurva pertumbuhan mempunyai beberapa fase antara lain :
  1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan dan pembentukan enzim-enzim untuk mengurai substrat.
  2. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase aktif.
  3. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak, aktifitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting dalam kehidupan fungi.
  4. Fase deselerasi (Moore-landecker, 1996), yaitu fase dimana sel-sel kurang aktif membelah.
  5. Fase stasioner, yaitu fase dimana jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang.  Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal.
  6. Fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif lebih banyak daripada sel-sel yang masih hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar